Jumat, 20 Mei 2016

Sebutir Cinta dari Gayo

Ben dan Jody masih melanjutkan perjalanan bersama filosofi kopi member berkeliling Nusantara, sudah banyak tempat yg mereka sambangi untuk hanya sekedar berbagi kopi dan tak jarang tinggal dalam waktu cukup lama untuk menikmati kopi di tempat tempat indah di tiap sudut nusantara. Kali ini ben dan jody bukan hanya mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu baru mengenai meracik kopi dari berbagai tempat saja tapi juga selalu ada cerita di tiap perjalanannya.

Dan kali ini daerah yg mereka sambangi adalah Kute Panang, Aceh tengah, NAD. Surganya sumber kopi terbaik se-Nusantara Indonesia Kopi Gayo, sebenarnya ini bagian dari hasrat kecil seorang ben yang bisa jadi jody sebagai sahabat karibnya pun menganggap perjalanan ini sedikit berlebihan. Bagaimana tidak, mobil VW combi double face yang mereka kendarai agaknya akan sedikit bekerja ekstra menyambangi daerah di paling barat indonesia itu.

pertama kali menginjakan kaki di kute penang, 1 kilometer sebelum desa wih nongkal. Kekhawatiran jody pun terbukti, mobil itu pun mogok dengan sempurna. Suaranya berderit-derit minta di istirahatkan, jody menjadi orang yg pertama kali turun dari balik stir. menderapkan kaki dengan cepat sambil merecau meluapkan kekesalannya, ben yg terlihat lebih santai hanya mengekor sembari membantu jody mengecek ketidak beresan mobil mereka. Asap mengebul keluar dari dalam kap, dan hal ini membuat jody semakkn berang.

Hampir saja mereka kembali perang mulut andai nadia tak segera menyergah mereka dengan cepat. nadia mencoba mendamaikan keadaan yg sudah terlanjur memanas, dan meminta ben dan jody untuk mencari jalan keluar karena hari sudah mulali larut. Beruntung tak lama ada sebuah mobil pickup melintas didepan mereka, seorang pria paruh baya dibalik kemudi turun menanyakan kondisi pelik itu. Tanpa basa basi menawarkan mereka untuk ikut ke desa bersamanya, pak Sarhan namanya.

ben, jody, nadia dan 2 pegawai filosofi kopi lainnya pun bergegas mengambil barang dan memindahkan semua muatan ke atas mobil pickup pak sarhan. soal memindahkan barang ini pun tak lepas dari perdebatan, ben bersikeras bahwa semua peralatan kopinya harus ikut di angkut. Karena meski pak sarhan bilang meninggalkan mobil dipinggir jalan aman-aman saja, ben tetap masih khawatir kehilangan semua benda berharga mainannya itu.

Perjalanan filosofi kopi ke desa harus ditempuh dengan langit berbintang sebagai atap mereka, suara deru mesin yg setengah rongsok dari mobil pickup pak sarhan. Serta suara senyap malam desa yg begitu mendamaikan, berikut hamparan bukit yg dipenuhi oleh pohon kopi diatasnya. ben dan jody saling pandang, kekesalan itu pun luruh sudah berganti dengan senyum nan damai.

hanya butuh waktu 20 menit, hingga akhirnya pak sarhan memarkirkan mobil pickupnya di sebuah pelataran rumah. Masih banyak aktifitas yang terlihat disana, beberapa lelaki paruh baya seumuran pak sarhan dengan sarung yg melingkar di badan serta ibu-ibu yg masih mengenakan atasan mukena sambil menggenggam anak-anak mereka yg menggemaskan. Pandangan mata ben pun tak lepas dari mereka.

rutinitas pengajian setelah sholat jamaah urai pak sarhan kemudian, lalu pak sarhan pun mempersilahkan rombongan filosofi kopi masuk ke dalam rumahnya. Tidak bisa dibilang sederhana, tapi tidak terlalu besar juga. Bagian depan seperti rupa rumah-rumah desa lainnya, berjejer kursi dari kayu dan dipan-dipan yang biasa dijadikan ruang bertamu. Menelisik jauh kedalam, terdapat beberapa ruangan yang entah bisa jadi kamar tidur atau ruangan lainnya. yang jelas terdapat pintu di bagian belakang yg terbuka yg terlihat jelas dari pintu masuk.

pak sarhan menyediakan makanan dan kopi gayo tentunya, ia bergurau mengenai betapa beruntungnya rombongan filosofi kopi bisa menyicipi kopi ter enak se nusantara itu apalagi diracik olehnya. Ben pun tak ayal memuji, karena memang kopi itu benar-benar enak rasanya. beruntung bagi ben dan jody karena mereka terdampar di tempat yg tepat.

tak lama pintu digebrak dengan kasar, seorang gadis muncul sambil merecau kasar. memaki seseorang mungkin sekelompok orang yg tak ia tahu siapa yg menurutnya membuat dia hampir celaka karena sudah meninggalkan mobil dipinggir jalan begitu saja tanpa pertanda. gadis itu hannah, putri sulung pak sarhan.

ben dan jody bangkit menjelaskan perihal mobil filosofi kopi yg dijadikan persoalan oleh hannah, meminta maaf tentu saja meski ben melakukannya dnegan setengah hati. hannah yg menangkap raut tak senang dari wajah ben menunjukan wajah skeptisnya lalu pergi berlalu begitu saja dari hadapan mereka

pak sarhan kemudian tertawa, memaklumi keadaannya. Wajar jika hannah marah karena di sepanjang jalur desa penerangan begitu kurang, andai saja ada yg tidak hati2 pasti sudah terperosok ke sisi jalan. Salahnya juga tidak memperingati di awal. Jody hanya bisa melemparkan senyum tak enak di hadapan pak sarhan.

hari-hari berikutnya ben dan jody mulai sibuk merunut kegiatan pak sarhan, berkunjung ke kebun kopi. melihat proses pengolahan kopi hingga bisa dikatakan siap untuk dijual, pak sarhan dan petani lainnya hanya menjual greenbean. beliau bilang dipasaran harganya lebih tinggi daripada redbean, hanya saja tak semua petani sepaham sepertinya. karena untuk membentuk biji kopi hingga menjadi greenbean butuh proses yg tidak mudah.

Pak sarhan hanyalah seorang petani yg lebih beruntung, karena ia menanam serta mengolah biji kopi diatas kebun nya sendiri. karena sebagian besar petani disini menggarap lahan orang lain, yang mungkin penghasilannya pun hanya cukup untuk makan sehari-hari.

ben sempat bertanya2 mengenai keberadaan putri semata wayang pak sarhan, rombongan filosofi kopi sudah hampir seminggu mendiami rumah mereka tapi terakhir mereka hanya bertemu dimalam pertama ketika mereka menginjakan kaki di rumah itu.

pak sarhan angkat bicara, belia mengatakan bahwa hannah tak pernah ingin tinggal disini. pak sarhan tidak menyebutkan kata rumah, jadi bisa jadi maksudnya disini itu di desa wih nongkal ini. pak sarhan juga mengatakan, bahwa tak sedikitpun putri nya itu menyukai hal-hal yg berbau kopi. Entah karena apa iapun tak begitu mengerti, sejak kecil hannah selalu marah jika menyinggung soal kopi. tidak seperti anak-anak lain yg kerap riang bermain disekitar kebun kopi, hannah memilih menyendiri jauh dari desa. Setelah lulus SMA pun hannah memilih tinggal di luar desa, kebetulan kakek neneknya memang tinggal diluar wih nongkal. Suatu waktu hannah pernah berkata ia akan pergi lebih jauh, dan untuk mempersiapkan hal itu semua dibandingkan dgn mendaftar di perguruan tinggi hannah lebih memilih mengikuti kursus, entah itu bahasa asing maupun lainnya. Pak sarhan tidak begitu tahu pasti.

Dengan wajah kebingungan ben pun bertanya mengapa sampai ayah nya sendiri tidak mengetahui apa yg sedagn dikerjakan putrinya. Pak sarhan menunduk, terlihat segurat kesedihan dari wajah layunya. setelahnya pak sarhan mulai bercerita mengenai ibu hannah yg sudah meninggal sejak melahirkannya, pak sarhan mengungkapkan betapa menyesalnya ia telah merebut hak hannah untuk merasakan kasihsayang ibunya. Jadi dia memilih untuk menyerahkan semua kepada hannah seorang, mengenai apa yg ingin ia lakukan, mengenai mimpi2nya. Ia tak mampu bertanya, karena pak sarhan merasa apa yg ia lakukan hingga kini belum pernah cukup untuk hannah. Karena tak sekalipun ia pernah melihat putrinya itu tersenyum. ben pun ikut terdiam, ada sesuatu yg mengusik hatinya tiba-tiba.

keesokan pagi nya nadia minta diantar ke kota, dia bilang ada paket yg dikirimkan suaminya dari jakarta. Ben dan jody pun menawarkan diri untuk mengantar, sekalian berkeliling daerah sekitar. jody berinisiatif menemani nadia ke tempat jasa antar tsb, nadia yg memang sudah tak sabar untuk melihat isi dari paket itu pun membuka bungkusnya dengan antusias, jody hanya tersenyum melihat kelakuan karyawannya yg satu itu. Karena bagaimanapun juga nadia merupakan satu2nya karyawan yg sudah berkeluarga dan bersedia ikut berkeliling bersama member lainnya. Pertimbangan ini pun di ambil nadia karena sebenarnya, setelah perjalanan ini berakhir nadia pun akan pergi meninggalkan filosofi kopi.

paket itu berisi foto suaminya yg sedang berada tarakan , kalimantan utara. tepat 4 bulan setelah mengalami kecelakaan terakhir, suami nadia berhasil mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Di salah satu perusahaan tambang di sana, tak kuasa nadia menahan air matanya karena rindu yang begitu menggebu. Tempat itu akan menjadi tempat dimana nadia akan menjalani hari-harinya bersama suami nya kelak. Jody menggenggam bahu nadia kuat2, bagaimanapun juga nadia merupakan kesayangan semua member filosofi kopi.

Di lain tempat, ben justru menyinggahi beberapa warung kopi. Mencoba mencicipi cita rasa kopi gayo yang luar biasa itu, dan ia dikejutkan oleh kehadiran hannah, anak pak sarhan. lagi-lagi dalam situasi tak menyenangkan, hannah terlihat sedang beradu mulut dengan salah satu pengunjung warung. dan setelahnya ben pun mendengar suara denting cangkir kopi yang hancur menabrak lantai, pengunjung itu yang melakukannya. Ben bergegas menghampiri hannah hingga akhirnya langkahnya harus terhenti, karena hannah menampar laki-laki itu dan dengan keras menjatuhkannya ke lantai. hannah berteriak, sehingga ben dengan amat sangat jelas mendengar semua kalimat yg hannah lontarkan berikutnya.

Ben menemui jody dan nadia di parkiran mobil, menanyakan mengenai paket yang nadia terima dan tak lupa menanyakan kabar suami nadia di tarakan. seketika semua perkataan hannah terngiang2 dalam benaknya, ben pun kembali flashback ke kejadian di warung kopi itu. Sebenarnya masalahnya sederhana, laki-laki itu menolak membayar kopi nya karena merasa kopi itu tidak enak meski sudah diminum separuh, tapi yang membuat hannah benar2 marah adalah rasa tidak menghargai lelaki itu atas upaya si pemilik warung yg sudah membuatkan kopi untuknya, dibilang tak enak pun tak mengapa, tapi mengapa harus menolak bayar padahal harganya tak seberapa. dan yg menjadi concern ben bukan lagi mengenai perdebatan soal bayar dan tak membayar, tapi mengenai hannah. Dibanding dengan cerita pak sarhan mengenai kebencian hannah dengan kopi, disitu ben malah melihat hal sebaliknya.

Ben pun memutuskan hal yg gila, ia minta jody dan nadia untuk kembali ke desa tanpanya. ben meyakinkan mereka bahwa ia akan menyusul dengan segera, meski tak yakin dengan apa ia akan kembali ke wih nongkal. Ben kembali ke warung kopi tempat ia melihat hannah, tapi ia sudah tidak ada. ia pun bertanya kepada si pemilik warung, dan mengejutkan pemilik warung itu mengenal hannah dan bahkan tahu dimana ia tinggal. Ben pun segera bergegas mencari alamat yg diberikan si pemilik warung, alamat itu pun ternyata tidak terlalu jauh dari pusat kota. sesampainya disana, ben melihat sepasang lansia yg tengah bercengkrama mesra di pekarangan rumah. Setelah memastikan mendapatkan ijin untuk dapat masuk ke dalam rumah, ben pun mengutarakan maksud kedatangannya untuk bertemu dengan hannah. Sepasang lansia itu merupakan kakek dan nenek hannah dari pihak ibu nya, mereka meminta ben menunggu karena hannah biasanya pulang menjelang malam.

selama berada dirumah kakek dan nenek hannah, ben pun meminta ijin untuk berkeliling rumah untuk melihat2. di ruangan utama terdapat banyak sekali pigura yang memuat foto hannah, pak sarhan, kakek dan neneknya dan mungkin ibunya hannah sedikit tidak yakin karena ben tidak menemukan foto apapun dirumah pak sarhan sebelumnya. di dinding itu selain foto juga terdapat banyak plakat dan piagam atas nama hannah, dan lagi-lagi ben pun terkejut menyadari bahwa gadis ini benar-benar cerdas di usianya tanpa status akademik lain selain ijasah sma.

hannah datang dari arah belakang, bergegas menemui ben karena sejak pertama kali datang beberapa saat yg lalu, kakek dan neneknya mengatakan bahwa ada teman nya yg bernama ben datang untuk menemuinya. Tentu hannah heran karena ia tidak pernah memiliki teman bernama ben. ben berbalik menatap hannah, seketika hannah terkejut bukan main melihat penampakan sosok pria yg seingatnya pernah membuatnya kesal setengah mati.

ben menyapa hannah duluan, yg tentunya dijawab ketus oleh hannah. tanpa basa-basi hannah meminta ben pergi karena mereka tidak punya urusan satu sama lain dan ia pun tak ingin memiliki urusan apapun padanya. Ben tersenyum sinis, ia pun mulai memancing hannah mengenai kejadian di warung kopi petang tadi. Meski agak terkejut mengenai kenyataan ben ada ditempat kejadian tanpa sepengetahuannya hannah memilih mengabaikan pernyataan ben dan dengan tegas kembali memintanya untuk pergi. Ben tak menyerah, meski keingintahuan ini hanya berasal dari rasa penasarannya saja ben tetap butuh jawaban atas keganjilan yg ia lihat. ben kembali bicara dan mengatakan bahwa hal yg aneh bagi seorang hannah yg membenci kopi tapi seperti terlalu peduli dengan kopi.

Dengan tatapan sinis hannah bertanya kepada ben apakah ayahnya yg mengatakan hal itu kepadanya, ben pun mengangguk. tiba-tiba saja kedua mata hannah membasah, ben tertegun. tak menyangka mendapatkan respon serapuh ini dari hannah, ben meminta waktu hannah, memintanya bersedia untuk bercerita.

Hubungan hannah dan pak sarhan mungkin sudah memburuk sejak lama, kehilangan seoran istri saat anaknya bahkan belum menyentuh asi. merasa terpukul akan kehilangan istrinya, pak sarhan juga merasa bersalah sudah membesarkan hannah dalam ketidak pantasan menurutnya. Saat itu selama beberapa tahun, hasil kebun sedang tidak begitu baik. Lagi2 pak sarhan lebih memilih sibuk memikirkan cara untuk menyelamatkan nasib kebunnya juga rekan2 petani kopi lainnya dibanding memperhatikan hannah. Sehingga hannah benar2 tumbuh menjadi anak yg tertolak, ia melakukan sesuatu yg bertolak belakang dgn apa yg diinginkan pak sarhan sehingga beliau tak pernah membebani apa-apa lagi kepadanya. Seketika hannah benar2 merasa terasingkan, ia memilih pergi jauh dari desa dan tinggal di rumah kakek nenek nya. Siapa bilang hannah tak cinta dengan kopi, kopi-kopi itu yg membuatnya masih hidup hingga kini, ia hanya tak kuat melihat para petani yg bekerja sekeras itu tapi tidak mendapatkan penghasilan yg memadai. padahal diluaran sana mereka selalu bilang kopi mereka lah yg terbaik se nusantara, hannah bukannya tidak tahu perkembangan kopi di negri ini. Ia bahkan tau persis indonesia sebagai penyumbang kopi terbesar ke-4 di dunia, meski dulu...dulu sekali pernah menjadi yg pertama di saat belanda masih menjajah nusantara.

Segala macam cara sudah hannah lakukan untuk memperbaiki nasib warga desa nya, mengajukan jurnal disertasi nya mengenai pertanian kopi yg ada di Wih Nongkal, berharap GAEKI (Gabungan ekportir kopi indonesia) bahkan ICO (International Coffee Organization) bisa berbuat sesuatu untuk para petani kopi itu. Bagaimanapun juga sudah secara turun temurun hannah dan juga ayah bahkan para leluhurnya mengabdikan diri sebagai petani kopi, jadi bagaimana mungkin ia membenci kopi. Sesuatu yg sangat dicintai ayahnya.

Warga Wih Nongkal juga masih bergantung kepada para tauke (tengkulak) karena mereka merasa tak mampu mengelola hasil panen sendiri, sehingga tidak pernah ada perkembangan dari tahun ke tahun nya. Pernah beberapa kali pemerintah daerah datang untuk mengenalkan cara menggunakan mesin penggiling kopi, tapi untuk apa? mereka petani bukan barista. yang mereka butuhkan adalah bagaimana cara memanajemen hasil panen dan penjualan kopi secara mandiri. tapi warga begitu apatis mengenai suatu perubahan, hal itulah yang hannah benci sebenarnya.

Ben menyadari perbincangan kali itu tak lagi mengenai ideologi akan kecintaannya pada kopi, lebih besar dari itu. Ini mengenai hajat hidup orang banyak yg kebetulan bergantung dari kopi. Nenek hannah menghentikan pembicaraan mereka dengan menyuguhkan 2 cangkir kopi untuk mereka nikmati, dengan perlahan ben mencium aroma kopi gayo dengan khidmat lalu menyeruputnya secara perlahan. Hannah pun melakukan hal yang serupa, ben semakin yakin bahwa hannah bahkan bisa menikmati dan menghargai secangkir kopi yang berada digenggamannya lebih dari dirinya sendiri.

Ben kembali bertanya, kenapa hannah memilih untuk jalan sendiri bahkan ben menanyakan disertasi yang menjelaskan sebetulnya hannah melanjutkan pendidikannya di universitas. meski sedikit kebingungan di usianya yg jelas jauh lebih muda dari dirinya bagaimana mungkin hannah sudah mendapat gelar doktor. Hannah tertawa sambil mengatakan mungkin ayahnya lupa mengatakan bahwa hannah sudah lulus SMA disaat usianya bahkan masih 15 tahun, dia murid cerdas sehingga sering lompat kelas, dan hannah pun bilang dia memiliki waktu yg cukup untuk menyelesaikan pendidikannya di usianya yang masih 24 tahun saat ini. hannah menyesali karena ayah nya tak tahu apa-apa, hannah hanya takut melangkah, karena dinding yang ia dan ayahnya buat sudah terlanjur berdiri kokoh sejak lama. meski sesekali mereka tinggal satu atap, tak pernah sekalipun mereka bercengkrama layaknya ayah dan anak, bahkan antara manusia sosial sekalipun.

Sambil kembali menyeruput sisa kopi gayo dicangkirnya, ben pun kembali bertanya mengenai pernyataan pak sarhan mengenai kepergian hannah ke tempat yang jauh. Dan ternyata hannah mendapatkan beasiswa di brasil, ia akan berusaha dari 0 lagi untuk mendapatkan ilmu apapun dari sana yang bisa ia bawa untuk perkembangan desa nya. ia akan memperjuangkan kopi gayo miliknya agar bisa berperan di kancah dunia sehingga desanya bisa mendapatkan perhatian lebih dan turut mensejahterakan warga nya.

Ben mendapatkan pelajaran berharga kali ini, dari seorang gadis berusia 24 tahun yang memiliki obsesi luar biasa mengenai sebutir biji kopi. tak lama ben pamit, dan mengatakan kepada hannah bahwa jangan terlalu lama meninggalkan ayahnya sendirian di rumah. Hannah pun membalas, selain rasa benci dan cinta tentu ada rindu. mungkin suatu saat nanti ia akan benar2 kembali ke desanya. Ben juga sekalian pamit karena kemungkinan lusa dia akan kembali ke jakarta, dan meminta hannah jika ada waktu dan sedang berada disana mau datang ke kafe filosofi kopi. Hannah mengangguk sambil tersenyum.

Hari itu tiba, hari dimana ben, jody, nadia dan 2 rekan kerja lainnya harus benar2 meninggalkan desa wih nongkal. Ia berpamitan kepada pak sarhan dan tak henti2 nya mengucapkan banyak2 terimakasih karena sudah diterima dengan baik dan diajarkan banyak hal mengenai kopi gayo meski tanpa kehadiran hannah.

Filosofi kopi pun akhirnya melanjutkan perjalanan kembali, perjalanan pulang yang begitu membekas khususnya bagi ben. Akan ada banyak perubahan setibanya mereka di jakarta nanti tentunya.

Merelakan kepergian nadia, kembali disibukan mengenai pembukan filosofi kopi kembali dengan tambahan menu kopi yang sudah mereka genggam dari perjalanan hampir setahun itu tentunya dan yang terpenting. Rasa lebih menghargai kopi dari seorang hannah.

Setahun menjelang, disaat suasana filosofi kopi tengah sibuk2nya. Kafe filosofi kopi kedatangan tamu istimewa, terutama bagi ben. Hannah, gadis desa yg ia kenal setahun yang lalu di desa wih nongkal datang dengan sebongkah senyum yang luar biasa, yang tentu membuat jody dan pegawa filosofi kopi lainnya terheran2 karena peristiwa yg mereka ingat justru sesuatu yg tidak menyenangkan. Ben dan hannah kembali berbincang melalui secangkir kopi, hannah menceritakan apa yg sudah ia capai hingga kini. Bantuan dari ICO yang berhasil ia dapatkan dan kini petani kopi di desa wih nongkal perlahan sudah bisa mandiri dengan mengelola hasil panen kopi secara swadaya bersama warga desa. dan tak lupa memuji kopi hasil racikan ben yang saat ini ia minum dengan sebutan 'teristimewa', mereka pun tertawa bersama.

Filosofi Kopi Gayo : Seperti nafas, dia begitu dekat hanya diri sendiri yang mampu merasakannya

Cerita ini dibuat dalam partisipasi http://filosofikopi.id/benjody/